Sudah berapa kali #TimSar mendengar anjuran untuk beralih ke energi terbarukan, bacaan tentang energi fosil yang membahayakan, atau tentang gas emisi yang semakin meradang? Kita sudah familiar untuk mengingat beberapa kosa kata ini; Energi Fosil, Emisi, dan Energi Terbarukan.
Walaupun sudah sering mendengarnya di berita, berapa banyak dari kita yang paham akan hubungan mereka satu sama lain? MinSol mau mengajak kamu untuk mengulik Hubungan Menarik Antara Energi Fosil, Emisi, dan Energi Terbarukan
Mari kita mulai dengan Emisi
Apakah kamu saat ini tinggal di wilayah Jakarta? Jika saat kamu membaca tulisan ini masih siang hari, coba lah sejenak keluar rumah/ kantor mu, lalu tengoklah ke langit, warna apakah yang kamu temukan?
Iya, emisi yang paling sering kita temui datang dari kendaraan bermotor yang hampir tiap hari kita pakai pergi ke kantor. Untuk membuat kendaraan kita bergerak, Bahan Bakar Minyak (BBM) harus melalui proses pembakaran yang mana salah satu gas buangannya adalah CO2. Well, CO2 adalah salah satu contoh dari gas emisi.
Sebagai contoh, apabila kita mengendarai mobil yang berbahan bakar bensin (yang merupakan energi yang tidak terbarukan), maka aktivitas ini akan menghasilkan emisi sebanyak 200 gram CO2 tiap perjalanan sejauh 1 km.
Ini baru salah satu contoh aktivitas manusia yang menghasilkan emisi. Masih banyak yang lainnya.
Tanpa sadar, sebenarnya kitalah penyumbang gas emisi ke atmosfer kita tiap harinya.
Sekarang..Coba Tengok ke Sumber Listrik Kita
Tiap keluar ruangan, apa kalian masih ada yang malas mematikan lampu atau AC?
Kalau kamu sayang bumi, jangan diulangi lagi ya!
Karena sampai tahun 2019, 61% sumber listrik di Indonesia masih berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan dasar batu bara. Hubungannya apa? MinSol sudah membahas kaitannya pada bacaan sebelumnya 5 Fakta Menarik Energi Fosil Vs Terbarukan
Tentang penggunaan listrik, setiap penggunaan lampu berdaya 10 Watt yang dinyalakan selama 1 jam, maka CO2 yang dihasilkan adalah 9,51 gram.
Makin banyak pakai listrik, Makin banyak emisi.
Makin hemat listrik, Makin bijak energi.
Terus Kalau Banyak Emisi, Kenapa?
Gas emisi memiliki sifat seperti rumah kaca. Normalnya, ketika sinar matahari mengenai suatu benda, sinarnya akan memantul kembali. Namun seperti efek rumah kaca, semakin banyak gas emisi di atmosfer kita, semakin banyak pula panas matahari yang tertahan di permukaan bumi. Panas matahari yang tertahan di bumi kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat.
Suhu Meningkat, Keseimbangan Bumi Terganggu
Jika bumi semakin panas, kedalaman air laut akan meningkat karena lapisan es di kutub utara dan selatan banyak yang mencair. Banjir terjadi. Tidak hanya itu, hujan asam juga salah satu dampak dari gas emisi karena laut menyerap asam dari gas di atmosfer kemudian menghasilkan hujan asam. Gas emisi juga dapat menyebabkan lapisan ozon berkurang, jika terus begini sinar UV akan mudah masuk dan membahayakan makhluk di dalam bumi. Belum lagi jika kita membahas dampak gas emisi bagi kesehatan manusia. Gangguan pernapasan, aliran darah, hingga kanker diduga berkaitan erat dengan gas emisi
Energi Terbarukan Sebagai Solusi
Pada akhirnya, manusia sendiri yang akan direpotkan jika terus bergantung pada energi fosil. Padahal, ada sumber energi lain yang melimpah, dapat diperharui secara singkat, dan bersih. Itulah energi terbarukan.
Tidak perlu menunggu lama lagi untuk menyayangi bumi. Energi Terbarukan sebagai solusi.
Referensi :